Berselang
tiga hari dari pergantian tahun.
Aku mencoba
beristirahat sejenak dari penatnya hari yang kulalui. Melihat ke belakang.
Perjalanan
hidupku sepanjang tahun ini, dari Januari hingga menjelang akhir Desember.
Banyak hal
terjadi. Beragam kisah kulalui. Entah bagaimana mendefinisikan tahun ini.
Tidak
sepenuhnya bahagia. Meski tidak juga berpeluh duka.
Tetapi
ketika melihat lagi, mencerna kembali perjalanan hari-hari.
Ternyata andai mungkin, banyak hal yang harus kuubah.
Terlalu banyak yang ingin kuperbaiki.
Tiba di
titik ini, tiga hari menjelang pergantian tahun.
Setelah
mengkilas balik perjalanan hidup sepanjang tahun ini, bahkan tahun-tahun
sebelumnya,
Aku
menyadari banyak hal. Juga menyesali banyak hal. Kesadaran selalu menimbulkan
penyesalan.
Ternyata
dari tahun ke tahun aku tetap tidak berubah.
Mengawali
tahun baru dengan semangat menggebu. Memancangkan tekad sekuat-kuatnya, mengobarkan
semangat membara. Kemudian perlahan seiring berlalunya hari-hari, tekad itu
mengendur, semangat itu meredup.
Dan akhirnya
tekad itu keropos dan semangat itu padam tanpa kusadari, seiring satu persatu
tanggal rontok dari kalender.
Aku hanya
termangu menyesali keadaan. Semua waktu yang kupersiakan tidak akan pernah
kembali.
Selalu
begitu.
Setelah terpuruk
dalam lembah penyesalan.Aku menyalakan lagi obor semangat, membuka lagi lembaran mimpi. Tidak,
aku tak kan menyerah. Aku kan memulai semuanya lagi tahun depan.
Dan resolusi
berlembar-lembar pun tertuang. Aku harus begini aku harus begitu. Tetapi entah
mengapa resolusi itu hanya tercantum manis di atas kertas. Tidak pernah
berwujud nyata.
Tidak. Tahun
depan tidak akan begitu. Aku harus lebih baik. Harus ada karya yang berwujud nyata. Setidak-tidaknya
harus ada satu impian yang berhasil kuwujudkan.
Semoga bisa!!!
Kembali kupancangkan
tekad. Obor semangat berkobar lagi.
Di luar
semua harapan yang tidak selaras dengan kenyataan, sesungguhnya hidupku bahagia
kok. Sungguh. Aku memang tidak dapat merengkuh semua yang kuinginkan. Tetapi aku
memiliki apa yang sesungguhnya kubutuhkan. Maka nikmat Allah yang manakah yang
hendak kudustakan?
Tetapi tetap
saja aku bingung menyimpulkan warna hidupku tahun ini.
Di luar
semua itu. Selain semua tentang diriku. Ada hal lain yang sangat mengganggu. kenyataan pahit di depan mataku tahun ini.
Tentang orang-orang
di sekitarku.
Mereka yang
selama ini kukagumi dan kuidolakan ternyata tak seperti yang kupikirkan.
Mereka seperti
menjelma menjadi orang asing dari negeri yang asing.
Apakah selama
ini aku melihat wajah-wajah bertopeng? Ataukah penglihatanku yang tidak peka.
Oh, entahlah…
Aku takut
sedang memakai topeng yang sama.
Dan wajah
asliku akan tersingkap begitu berada di posisi mereka.
Ya Allah,
hamba mohon ampun. Mohon lindungilah hambaMu yang lemah ini dari godaan syeitan
yang terkutuk.
Aamiien .
Dipenghujung
tulisan ini, aku kutip kata-kata Pak Mario Teguh yang sangat sesuai dengan
kondisiku sekarang, dan mungkin kondisi kebanyakan kita.
Sahabatku
yang baik hatinya, di hari Kamis pagi yang semakin mendekatkan kita ke akhir
tahun 2012 ini, katakanlah ini sebagai kalimatmu sendiri ...
Tuhanku Yang Maha Sejahtera,
Aku telah sering berjanji, dalam resolusi yang hebat di setiap awal tahun, yang gemerlap dengan tingginya impian, dan membara dengan hebatnya semangat.
Engkau telah menyaksikanku membolak-balikkan badanku di malam-malam yang tak bertidur, mengkhayalkan kebesaran hidup, merincikan rencana pencapaian kehebatan diriku, dan membayangkan kenikmatan dari kehidupan yang lebih berkelas.
Tapi,
Engkau telah juga menyaksikan bagaimana aku lupa, bahkan melupakan diri, dari janji dan resolusiku – bukan hanya tahun ini, tapi di tahun-tahun yang berulang sebelum ini.
Kehebatanku untuk bermimpi, tak sehebat kemampuanku untuk menunda.
Apakah itu sebabnya aku sulit mempercayai diriku sendiri?
Dan apakah itu yang mendasari kegalauanku mengenai masa depanku, karena aku mempercayakan hidupku kepada orang yang tidak menghormati janjinya kepada dirinya sendiri?
Tuhanku Yang Maha Melapangkan,
Aku mohon maaf atas kesantaianku mengenai penggunaan waktu dalam hidupku.
Waktu adalah komponen pembentuk kehidupanku. Maka jika aku menyia-nyiakan waktu, sesungguhnya aku menyia-nyiakan kehidupanku.
Aku mohon Engkau mentenagai ketegasanku untuk segera melakukan yang telah kuniatkan, untuk menyelesaikan tugasku, dan untuk hidup sesuai dengan rencana dan doaku.
Cegahlah aku dari menginginkan satu hal, tapi melakukan hal lain yang menjauhkanku dari kemampuan, dari kemapanan, dan dari kesejahteraan.
Tuhan, dampingilah upayaku untuk menjadi pribadi yang lebih menghormati janjiku kepada diriku sendiri.
Aamiin
Tuhanku Yang Maha Sejahtera,
Aku telah sering berjanji, dalam resolusi yang hebat di setiap awal tahun, yang gemerlap dengan tingginya impian, dan membara dengan hebatnya semangat.
Engkau telah menyaksikanku membolak-balikkan badanku di malam-malam yang tak bertidur, mengkhayalkan kebesaran hidup, merincikan rencana pencapaian kehebatan diriku, dan membayangkan kenikmatan dari kehidupan yang lebih berkelas.
Tapi,
Engkau telah juga menyaksikan bagaimana aku lupa, bahkan melupakan diri, dari janji dan resolusiku – bukan hanya tahun ini, tapi di tahun-tahun yang berulang sebelum ini.
Kehebatanku untuk bermimpi, tak sehebat kemampuanku untuk menunda.
Apakah itu sebabnya aku sulit mempercayai diriku sendiri?
Dan apakah itu yang mendasari kegalauanku mengenai masa depanku, karena aku mempercayakan hidupku kepada orang yang tidak menghormati janjinya kepada dirinya sendiri?
Tuhanku Yang Maha Melapangkan,
Aku mohon maaf atas kesantaianku mengenai penggunaan waktu dalam hidupku.
Waktu adalah komponen pembentuk kehidupanku. Maka jika aku menyia-nyiakan waktu, sesungguhnya aku menyia-nyiakan kehidupanku.
Aku mohon Engkau mentenagai ketegasanku untuk segera melakukan yang telah kuniatkan, untuk menyelesaikan tugasku, dan untuk hidup sesuai dengan rencana dan doaku.
Cegahlah aku dari menginginkan satu hal, tapi melakukan hal lain yang menjauhkanku dari kemampuan, dari kemapanan, dan dari kesejahteraan.
Tuhan, dampingilah upayaku untuk menjadi pribadi yang lebih menghormati janjiku kepada diriku sendiri.
Aamiin