Kita telah berada di
penghujung tahun 2013. Bersiap menapaki 2014. Hanya tersisa beberapa jam saja.
Beberapa jam yang mungkin bisa kau isi dengan sesuatu yang bermakna. Aku
sendiri sebenarnya ingin menulis sepanjang waktu yang tersisa tahun ini (yang
hanya beberapa jam lagi).
Tapi apa boleh buat. Aku punya tanggung jawab lain. Hingga dengan terpaksa
menjadikan menulis aktivitas nomor sekian hari ini (kecuali menulis angka tentu saja :))
Disela-sela waktu yang
sempit ini, bolehlah sejenak aku menoleh ke belakang. Melongok sekilas kehidupanku sepanjang tahun
ini. Apa yang istimewa? Apa yang luar biasa? Sayangnya tidak ada jawaban yang
membahagiakan. Kurva hidupku datar, mengambang
begitu saja. Aku hanya bisa menghela napas mengingat kembali resolusi 2013 yang
berselimut debu. Lagi-lagi aku gagal mendisiplinkan diri. Selalu begitu. Tidak
berubah dari tahun ke tahun. Kusadari itu itulah titik kelemahanku. Aku selalu suka menunda-nunda, tidak gigih
melebihkan usaha, dan terlalu pesimis. Tiga hal yang menjadi masalah terbesar
dalam hidupku.
Tidak
banyak kenangan berkesan yang tercipta sepanjang
tahun ini. Satu-satunya kenangan yang paling istimewa
terjadi di akhir Juni.
Perwujudan angan-angan masa kecilku : “keliling”
Aceh. Mengapa pakai tanda kutip? Karena aku benar-benar cuma keliling, numpang
lewat. Pertama dalam hidup melintasi jalur Barat Selatan lalu melewati
perbatasan Aceh-Sumatera Utara. Benar-benar bersejarah. Pertama kali juga aku
melalui perjalanan terlama. Hampir 15 jam perjalanan Banda Aceh – Subulussalam.
Nyaris 24 jam waktu tempuh Subulussalam-Banda Aceh via Medan. Sebuah perjalanan
panjang yang mengesankan.
Aku
berada di garis batas.
Ratusan
kilometer jauhnya dari rumah.
Nyaris
15 Jam perjalanan.
Melewati
jalan berliku curam.
Lelah?
Iya
Namun
gembira lebih mendominasi.
Bertahun-tahun
aku menanti kesempatan ini.
Dan
semalam kami telah mengelilingi separuh Aceh,
Pantai
Barat Selatan yang konon mempesona dan memukau itu telah kutelusuri.
Tetapi
kegelapan malam membuatku tidak bisa menikmati pesonanya.
Aku
hanya numpang lewat.
Dengan
menahan rasa yang menggelegak
Lusa,
akan melewati separuh lagi, Jalur Timur Utara.
Melewati
garis batas, hal yang selalu kudamba.
Subulussalam,
27 Juni 2013
Tidak ada pencapaian
yang pantas kubanggakan tahun ini. Hidupku
stagnan. Sepertinya aku justru terjebak dalam kehidupan orang-orang di
sekitarku. Aku yang semula memposisikan diri sebagai penonton, akhirnya
terseret arus dalam alur cerita meski hanya sebagai figuran. Tentu sangat
mengecewakan mengetahui kebobrokan mereka yang selama ini kau jadikan panutan,
teladan. Tergerus semua rasa percaya pada mereka yang berjanji membawa obor harapan, ternyata
obor itu justru untuk menyulut kebakaran. Tentu saja sangat tidak menyenangkan
menyadari kamu ada di sana, melihat,
mendengar, merasakan tapi
tidak kuasa berbuat apa-apa. Tetapi ketika kamu kehilangan harapan pada mereka,
bukan berrati kamu harus memadamkan asa dalam dirimu. Tetaplah berjalan di
garis lurus, ikuti jalan yang benar, berpedoman keyakinan di hatimu. Tidak
peduli bagaimana stagnannya hidupmu, betapapun datarnya, kamu dapat selalu
berbahagia. Selama kamu teguh berpegang pada kebenaran. Kamu boleh berbaur,
tapi jangan melebur. Kamu mungkin terpeleset lalu tercebur, tapi jangan sampai
terlarut.
Terlepas dari apapun,
aku menyongsong 2014 dengan dengan semangat lama yang menggebu kembali. Membuka
kembali resolusi lama, menulis ulang menjadi resolusi baru, dengan beberapa
catatan, dengan beberapa
garis bawah. 2014 harus lebih baik, dan yang lebih penting ada satu janji yang
benar-benar harus kutepati. Tidak bisa menunggu lagi. Aku harus bangkit
semangat menggerakkan kurva hidupku. Merangkak naik pelan-pelan. Ya,
pelan-pelan saja.