Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan by Agustinus WibowoMy rating: 5 of 5 stars
Dari sampulnya saja buku setebal 552 halaman ini sudah sangat menjanjikan ‘sesuatu’. Warna biru cerahnya menyiratkan kedamaian dan juga harapan. Titik Nol mengajak kita menyusuri perjalanan Agustinus Wibowo melihat dunia, perjalanan spiritualnya dan juga perjalanan hidup ibunya.
Kisah dibuka dengan prolog pulangnya si musafir ke kampung halaman setelah sepuluh tahun ia tinggalkan. Ia pulang bersujud di samping ranjang ibunya yang terbaring sakit. Kepada ibunya ia ceritakan kisah perjalanan yang telah ia tempuh sejak meninggalkan rumah. Kisah yang ia beri nama safarnama. Sang musafir telah menempuh perjalanan panjang dan jauh, merambah tempat-tempat terpencil dunia. Safarnamanya mengisahkan perjalanan ke Tibet, Nepal, India, pakistan dan Afghanistan. Perjalanannya bukan sekadar perjalanan biasa. Perjalanannya penuh makna. ia tidak sedang melancong apalagi berwisata. Ia menyebut dirinya petualang dan kenyataannya ia memang seorang petualang. Petualangan itu semula merupakan ‘pelarian’. Tetapi kehidupan di negeri yang asing membuatnya semakin menyelami makna hidup yang pada akhirnya perjalanan itu menjadi perjalanan spiritualnya.
Ia memulai kisah mendebarkan dengan kisah menyelinap ke Tibet. Perjalanan yang panjang dan mendebarkan. Bermain kucing-kucingan dengan petugas keamanan, hanyut di sungai berarus deras dan menyusup ke kuil. Ia mengalami kecopetan di Nepal dan di sana juga ia bertemu backpacker malaysia Lam Li yang kemudian menjadi guru perjalanannya. Di India ia sempat di rawat di rumah sakit karena menderita Hepatitis. Carut marut keadaan di negeri itu memupus semua fantasinya yang ala Bollywood. Sakit itu tidak membuatnya menghentikan langkah. Ia meneruskan perjalanan ke pakistan. Di sana ia ke suatu daerah terpencil yang terkurung gunung, yang tidak disinari matahari selama lebih dua bulan. Ia juga membantu korban gempa di Kashmir, menyaksikan kerusuhan di Lahore, juga berjalan menyusuri gurun Thar. Hingga akhirnya ia tiba di Afghanistan, menghentikan perjalanannya di negeri perang itu. Memutuskan tinggal dan bekerja di sana selama dua tahun, hingga akhirnya mendapat kabar ibunya mengalami kanker.
Buku ini unik karena memadukan kisah perjalanan sang musafir dan kisah hidup ibunya. Dua alur yang berbeda yang diramu dengan selaras dan apik. Ketika sedang membaca kisah petualangannya, di saat yang sama pembaca tidak akan sabar ingin tahu bagaimana kisah sang Mama selanjutnya. Kejutan-kejutan apa yang menanti di depan.
Kelebihan lain adalah pilihan kata yang indah. Terutama pada kisah sang Mama. Aku suka gaya penulisan di bagian kisah sang Mama. Kalimat-kalimat singkat, padat tetapi bermakna. Aku menyukai kisah petualangan sang Musafir, tetapi kisah sang Mama merupakan bonus yang sangat menyentuh dan menggugah.
Setelah menuntaskan membaca buku ini aku menghela nafas dan tercenung lama. Merenung. Usai membaca kisah perjalanan ini, siapapun untuk sesaat pasti juga akan merenungkan perjalanan hidupnya, safarnamanya. Dengan jujur mengakui pada diri sendiri tentang arti hidup yang telah dan sedang dijalani. Perenungan yang memulangkan kita pada titik nol tempat perjalanan bermula dan berakhir. \
“Kita perlu mimpi. Mimpi yang menentukan perjalanan. Tanpa mimpi, tanpa cita-cita, orang tidak akan kemana mana. Justru karena masih ada mimpi, kita jadi punya alasan untuk terus hidup, terus maju, terus berjalan, terus mengejar. Tanpa mimpi sama sekali, apa arti hidup ini?”
“perbedaan konsep kebahagiaan adalah perbedaan sudut pandang, yang menyebabkan perbedaan memperlakukan hidup dan menjalani kehidupan”
‘ketika mimpi indah tidak terpenuhi, manusia harus belajar menerima.”
“Perjalanan hidup manusia disarikandalam perjalanan mendaki gunung. Keberhasilan bukanlah Cuma tentang mencapai puncak.tetapi juga bagaimana menikmati pemandangan, bukit dan lembah, gumpalan awan simfoni burung dan rumput, hembusan nafas, syukur akan hidup, dan yang terpenting turun kembali dengan selamat.”
“Perjalanan turun adalah proses melucuti ego. Jauh lebih mudah memupuk kebahagiaan sepanjang hidup daripada melepaskan semua itu. sedangkan pendakian adalah berjuang untuk lebih tinggi dan lebih tinggi lagi.”
“Perjalanan bukan hanya untuk berpindah, tetapi juga untuk berhenti.”
View all my reviews



