
Andrea kembali hadir menyapa
penggemar karya-karyanya lewat buku terbaru “Ayah”. Saya pertama kali
mengetahui tentang buku ini dari akun sosmed Penerbitnya, Bentang Pustaka.
Langsung antusias. Begitu PO nya dibuka, saya segera memesan di TBO langganan.
Selain bisa baca lebih cepat (sehari sebelum rilis bukunya udah nyampe di
tangan), bonus tanda tangan penulis juga menggiurkan.
Ayah berkisah tentang cinta
sejati. Cinta seorang lelaki yang tidak berbalas, juga cinta seorang ayah yang
tidak terbatas.
Sabari tidak peduli akan cinta
dan selalu meledek kawan-kawannya yang jatuh cinta pada banyak wanita. Hingga
suatu hari, ujian masuk SMA mengubahnya. Seorang gadis mencontek lembaran
jawabannya dan meninggalkan sebatang pensil untuk Sabari. Pensil itu kemudian
menemani malam-malam sabari melamunkan Purnama Dua Belas yang dicintainya. Ia
jatuh cinta, pada Marlena si Purnama Dua Belas, sang pemilik pensil.
Sayangnya Marlena tidak pernah
peduli padanya. Segala upaya dilakukan Sabari untuk merebut hati Marlena namun
tidak pernah berhasil. Sebaliknya Marlena makin beci pada Sabari. Walaupun
begitu Sabari tidak dapat berhenti mencintainya tak peduli tahun demi tahun
berlalu. Sabari terus memperjuangkan cintanya. Hingga kemudian Sabari bekerja
di tempat ayah Marlena hanya untuk bisa melihat Marlena setiap harinya. Sabari
bahkan menawarkan diri menikahi Marlena yang hamil akibat pergaulan bebas. Demi
cinta ia rela menumbalkan diri. Pernikahan pun berlangsung meski Marlena tetap
tidak sedikit pun peduli pada keberadaan Sabari.
Sabari begitu gembira ketika
Marlena melahirkan. Ia yang merawat dan mengasuh bayi yang dia namakan Zorro.
Sabari yang menyukai puisi mengajarkan kata-kata pada anaknya. Dia rajin
membacakan cerita. Sabari menemukan kebahagiaan sari perannya sebagai ayah
sekaligus ibu bagi Zorro. Tetapi kebahagiaan itu tidak lama. Marlena menggugat
cerai Sabari, lalu membawa pergi Zorro.
Ditinggal Zorro, hidup Sabari
terjungkal. Ia dilanda kesedihan mendalam dan perlahan-lahan menarik diri dari
lingkungan. Ia menjadi separuh tak waras. Dua sahabatnya, Tamat dan Ukun tidak
tega melihat kondisi Sabari. Mereka memutuskan mencari Marlena dan Zorro. Dan
kisah itu berakhir indah.
Andrea bercerita dengan gayanya
yang khas. Banyak selipan ‘kata-kata cerdas’ dan tak ketinggalan humor-humor
segar. Buku ini selain menghadirkan kisah yang menyentuh dan menghibur juga
menyelipkan banyak makna dan pesan. Menganjurkan kita untuk menyukai puisi dan
sastra, melakukan perjalanan (traveler), serta menggunakan bahasa Indonesia
dengan baik dan benar.
Saya sendiri sangat terkesan dan
klik dengan penggambaran sahabat pena dan Lady Diana. Dikisahkan Marlena gemar
bersahabat pena. Dalam pelariannya ia mengunjungi para sahabat penanya. Ini
mengingatkan saya akan kegemaran bersahabat pena semasa kecil yang sayangnya
kini tidak lagi dilakukan.
Kampung tempat Tamat dan Ukun
menemukan Marlena dan Zorro, para penduduknya sangat mencintai Lady Diana. Dulu
di masa kecil aku juga sangat mengagumi sosok Putri Diana. Jadi saya merasa ada
keterkaitan nostalgia.. hehehe.. :D
“Biarkan aku mencintaimu, dan
biarkan waktu menguji”
“Hidup ini dipenuhi orang-orang
yang kita inginkan, tetapi tidak menginginkan kita, dan sebaliknya.”
“Jangan bersedih, waktu mengambil
seorang sahabat. Waktu akan menggantikannya dengan sahabat yang lain.
Berdamailah dengan waktu karena waktu akan menumbuhkan dan menyembuhkan”
“Mereka menemukan kesan yang amat
baik tetntang sahabat pena. Mengapa dewasa ini tiada lagi orang yang bersahabat
pena?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar